STRATEGI PEMBELAJARAN TERTULIS
Keterampilan berbahasa tulis terdiri atas keterampilan
membaca dan menulis. Membaca merupakan kegiatan memahami bahasa tulis,
sedangkan menulis adalah kegiatan menggunakan bahasa tulis sebagai sarana untuk
mengungkapkan gagasan. Kedua keterampilan tersebut akan dibahas di bawah ini.
A. Keterampilan
Membaca
1.
Hakikat
Membaca
Pada hakikatnya, tindakan
membaca terdiri atas dua bagian, yaitu membaca sebagai proses dan membaca
sebagai produk (Burns dan Roe, 1996: 13, Syafiie 1993:42). Membaca sebagai
proses mengacu pada aktivitas, baik yang bersifat mental maupun fisik,
sedang membaca sebagai produk mengacu pada konsekuensi dari aktivitas
yang dilakukan pada saat membaca.
Proses membaca sangat kompleks dan
rumit. Proses ini melibatkan sejumlah aktivitas, baik yang meliputi kegiatan
mental maupun fisik. Menurut Burns (1996:7-17) dan Syai’ie (1993 : 42-45)
proses membaca terdiri atas delapan aspek. Kedelapan aspek-aspek tersebut
adalah (1) aspek sensori, yakni kemampuan untuk memahami simbol-simbol
tertulis; (2) aspek perseptual, yakni aspek kemampuan untuk menginterpretasi
apa yang dilihatnya sebagai simbol atau kata; (3) aspek sekuensial, yakni
kemampuan mengikuti pola-pola urutan, logika, dan gramatikal teks; (4) aspek
asosiasi, yakni aspek kemampuan mengenal hubungan antara simbol dan bunyi, dan
antara kata-kata dan yang dipresentasikan; (5) aspek pengalaman, yakni aspek
kemampuan menghubungkan kata-kata dengan pengalaman yang telah dimiliki untuk
memberikan makna itu; (6) aspek berpikir, yakni kemampuan untuk membuat
interferensi dan evaluasi dari materi yang dipelajari; (7) aspek belajar, yakni
aspek kemampuan untuk mengingat apa yang telah dipelajari dan menghubungkannya
dengan gagasan dan fakta yang baru dipelajari; (8) aspek afektif, yakni aspek
yang berkenaan dengan minat pembaca yang berpengaruh terhadap keinginan
membaca. Aspek-aspek ini tidak selalu dilaksanakan dengan cara yang sama oleh
pembaca yang berbeda. Interaksi antara kedelapan aspek secara harmonis akan
menghasilkan hasil membaca yang baik, yakni komunikasi yang baik antara penulis
dan pembaca.
2.
Tujuan
Membaca
Pembelajaran bahasa Indonseia di SD
bertujuan meningkatkan kemampuan siswa berkomunikasi secara efektif, baik lisan
maupun tertulis. Keterampilan membaca sebagai salah satu keterampilan berbahasa
tulis yang bersifaf reseptif perlu dimiliki siswa SD agar mampu berkomunikasi
secara tertulis. Oleh karena itu, peranan pengajaran bahasa Indonesia khususnya
pengajaran membaca di SD menjadi sangat penting. Peran tersebut semakin penting
bila dikaitkan dengan tuntutan pemilikan kemahirwacanaan dalam abad informasi
(Joni, 1995:5). Pengajaran bahasa Indonesia di SD yang bertumpu pada kemampuan
dasar membaca dan menulis juga perlu diarahkan pada tercapainya
kemahirwacanaan.
Kemahirwacanaan dalam konteks ini
sejalan dengan konsep kemahirwacanaan yang dikemukakan oleh Wells (dalam Joni,
1995:7), yakni kemahirwacanaan modus kritis dan imajinatif. Kemahirwacanaan
tersebut ditandai dengan kemampuan memaknai, meringkas, menjelaskan, dan
menyintesiskan informasi dalam teks. (Kathryn;
1995:15).
Pembelajaran membaca di SD menjadi
bagian penting dari pembelajaran bahasa Indonedsia. Syafi’ie, (1999:2)
menyatakan bahwa melalui pembelajaran membaca siswa diharapkan, antara lain:
(1) memperoleh informasi dan tanggapan yang tepat atas berbagai hal; (2)
mencari sumber, menyimpulkan, menyaring, dan menyerap informasi dari bacaan;
serta (3) mampu mendalami, menghayati, menikmati, dan menarik manfaat dari
bacaan.
Aspek-aspek keterampilan untuk
memahami isi bacaan itu ada bermacam-macam Burns dan Roe (1996:225), Rubin
(19820; dan Syafi’ie (1993) menyebutkan empat tingkatan atau kategori pemahaman
membaca, yaitu literal, inferensial, kritis, dan kreatif.
Pembahasan mengenai tingkat
pemahaman berikut mengacu pada Burns dan Roe sebagaimana diuraikan sebagai
berikut.
a. Pemahaman literal
Pemahaman literal adalah kemampuan
memahami informasi yang dinyatakan secara eksplisit dalam teks. Pemahaman
literal merupakan pemahaman tingkat paling rendah. Walaupun tergolong tingkat
rendah, pemahaman literal tetap penting, karena dibutuhkan dalam proses
pemahaman bacaan secara keseluruhan. Pemahaman literal merupakan prasyarat bagi
pemahaman yang lebih tinggi (Burns dan Roe, 1996:225).Pemahaman inferansial adalah
kemampuan memahami informasi yang dinyatakan secara tidak langsung (tersirat)
dalam teks. Memahami teks secara inferensial berarti memahami apa yang
diimplikasikan oleh informasi-informasi yang dinyatakan secara eksplisit dalam
teks. Dalam hal ini, pembaca menggunakan informasi yang dinyatakan secara
eksplisit dalam teks, latar belakang pengetahuan, dan pengalaman pribadi secara
terpadu untuk membuat dugaan atau hipotesis.
b. Pemahaman kritis
Pemahaman kritis merupakan kemampuan
mengevaluasi materi teks. Pemahaman kritis pada dasarnya sama dengan pemahaman
evaluatif. Dalam pemahaman ini, pembaca membandingkan informasi yang ditemukan
dalam teks dengan norma-norma tertentu, pengetahuan, dan latar belakang
pengalaman pembaca untuk menilai teks.
c. Pemahaman kreatif
Pemahaman kreatif merupakan
kemampuan untuk mengungkapkan respon emosional dan estetis terhadap teks yang
sesuai dengan standar pribadi dan standar profesional. Pemahaman kreatif
melibatkan seluruh dimensi kognitif membaca karena berkaitan dengan dampak
psikologi dan estetis teks terhadap pembaca. (Hafni, 1981) dalam pemahaman
kreatif, pembaca dituntut menggunakan daya imajinasinya untuk memperoleh
gambaran baru yang melebihi apa yang disajikan penulis. Penetapan tujuan
membaca bagi siswa harus memenuhi dua syarat, yaitu (1) menggunakan pernyataan
yang jelas dan tepat tentang apa yang harus diperhatikan atau dicari oleh siswa
ketika membaca dan (2) memberi gambaran yang mudah ditangkap oleh siswa
tentang apa yang semestinya mampu mereka lakukan setelah selesai membaca. Untuk
itu guru harus membuat perencanaan yang matang. Pembelajaran membaca harus
mempunyai tujuan yang jelas. Tujuan yang dimaksud meliputi:
1) Menikmati keindahan yang terkandung dalam bacaan
2) Membaca bersuara
3) Menggunakan strategi untuk memahami
bacaan
4) Menggali simpanan pengetahuan atau
skemata
5) Menghubungkan pengetahuan baru
dengan schemata
6) Mencari informasi untuk pembuatan
laporan yang akan dismpaikan baik lisan atau tertulis
7) Melakukan penguatan atau penolakan
terhadap ramalan-ramalan siswa sebelum membaca
8) Memberikan kesempatan kepada siswa
untuk bereksperementasi
9) Mempelajari struktur bacaan
10) Menjawab pertanyaan khusus yang dikembangkan
oleh guru atau penulis
Jika
tujuan membaca telah ditetapkan oleh guru, siswa akan berpikir sungguh-sungguh
untuk memperoleh tujuan membaca mereka. Cara merumuskan tujuan membaca yang
ditujukan oleh guru akan menjadi model bagi siswa pada setiap saat ia akan
membaca, yaitu merumuskan tujuan lebih duhulu, baru kemudian menyesuaikan strategi
membaca yang dianggap paling sesuai.
3.
Pembelajaran
Membaca Pemahaman (MP) dengan Strategi Aktivitas Membaca
Berpikir Terbimbing (AMBT)
Upaya untuk mengoptimalkan
pembelajaran MP sebagai salah satu bentuk pembelajaran membaca dan keterampilan
berbahasa di SD adalah menggunakan strategi AMBT (direct reading- thinking
activities). Menurut Stauffer dan Manzo (dalam Eanes, 1997:127) strategi AMBT
merupakan strategi yang berguna untuk membimbing siswa berinteraksi dengan teks
yang berlandaskan pada pendekatan proses membaca. Proses membaca tersebut
dimulai dengan tahap prabaca, saat baca, pascabaca. Sementara itu, menurut
Stauffer (dalam Burns, 1996:331) strategi AMBT dapat mendorong siswa
mengembangkan kemampuan berpikir melalui keterampilan membaca. Strategi
dirancang untuk meminta siswa memprediksi isi bacaan dan isi paragraf
berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki siswa, memikirkan
prediksi saat membaca dan menguji/merevisi yang berhubungan dengan bacaan.
a.
Kegiatan Pembelajaran Prabaca
Aktivitas yang dilakukan saat
prabaca ini menggunakan pengajaran mini. Pengajaran mini dilakukan untuk
membantu siswa membangkitkan pengalaman atau skemata. Salah satu tujuan
pengajaran mini untuk aktivitas ini ialah membantu siswa dalam mengaktifkan
skemata sebelum membaca atau mengisikan skemata pada pembaca, hal ini penting
karena keberhasilan dalam membaca sangat ditentukan oleh pengalaman dan
pengetahuan pendahuluan (prior knowledge) yang dimilki siswa (Aminuddin
1995:4). Selain itu, pengajaran mini yang bertujuan membangkitkan skemata
ini dianggap penting karena aktivitas tersebut akan membantu guru dalam
menciptakan iklim yang lebih kuat bagi pengembangan afektif minat, sikap
positif, dan motivasi.
Aktivitas pada tahap prabaca memberi kesempatan kepada siswa
untuk berlatih dan mencoba kebiasaan untuk memecahkan suatu masalah dan
langsung termotivasi untuk menguji kebenaranya dari bacaan. Di samping itu,
siswa akan dapat mengaktifkan skemata untuk menghubungkan pengetahuan yang
dimilikinya dengan topik yang akan dibaca. Aktivitas yang dapat dilaksanakan
adalah sebagai berikut.
1) Guru mengelompokan siswa menjadi
empat kelompok yang terdiri atas lima siswa. Pengelompokan siswa
berdasarkan perbedaan kemampuan.
2) Guru memperkenalkan topik bacaan.
Guru memberikan penjelasan atau pernyataan yang akan membantu metakognisi siswa
dengan cara menghubungkan judul bacaan dengan pengetahuan dan pengalaman yang
telah dimiliki siswa. Dalam hal ini akan membantu meningkatkan pengetahuannya.
3) Guru memberikan penjelasan tentang
tujuan membaca yang akan dilaksanakan.
4) Guru menjelaskan
langkah-langkah belajar yang akan dilaksanakan. Penjelasan langkah-langkah
mengajar ini sangat bermanfaat bagi siswa untuk mempersiapkan mental dan
kerangka kerja terhadap metakognisi yang telah dimiliki. Guru memfokuskan
perhatian siswa pada judul bacaan. Dari judul bacaan ini siswa diminta mencoba
memprediksi isi bacaan. Judul bacaan dapat dihubungkan dengan petunjuk-petunjuk
yang ada dalam bacaan seperti gambar dan kata-kata yang menghubungkan dengan
pengalaman siswa. Apabila siswa menemui hambatan dalam memprediksi guru
melaksanakan pengajaran mini yaitu memberi penjelasan singkat cara
memprediksi.
5) Guru mencatat di papan tulis semua
prediksi yang dikemukakan siswa.
b. Kegiatan
Pembelajaran Saat baca
Periode membaca dalam hati
merupakan waktu yang ditetapkan guru yang harus dilaksanakan.
Pelaksanaanya dapat perorangan, berpasangan, maupun kelompok. Banyak hal yang
harus dibaca dapat ditentukan oleh guru atau kelompok, misalnya sejumlah bab,
halaman atau paragraf. Sewaktu membaca dalam hati siswa dapat menentukan ide
pokok dan ide penjelas dalam setiap paragraf, menemukan alasan tujuan penulis,
dan menyimpulkan isi bacaan.
Membaca dalam hati biasanya untuk
penikmatan atau kesenangan. Oleh karena itu, membaca dalam hati sering juga
disebut membaca rekreasional, yang memerlukan ketenangan dan terbebas dari rasa
tertekan. Dalam kegiatan membaca dalam hati, siswa dan guru harus membaca. Guru
harus turut serta membaca karena ia sebagai model membaca bagi siswa (Holaway,
1980). Bila pada waktu membaca dalam hati siswa disuruh membaca tetapi gurunya
tidak ikut serta membaca bahkan tidak berada di kelas, maka ada kemungkinan
siswa menganggap kegiatan membaca sesuatu yang kurang penting.
c.
Kegiatan Pembelajaran Pascabaca
Aktivitas pascabaca adalah aktivitas
pengajaran setelah siswa melakukan kegiatan membaca. Kegiatan pascabaca ini sangat
membantu siswa mengintegrasikan informasi yang baru dalam menghidupkan
skematanya. Dan juga penghadiran pengalaman belajarnya pada tahapan yang
dilaluinya.
Pengajaran pada tahap pascabaca
dilakukan dengan cara membaca ulang prediksi awal yang dikemukakan pada tahap
prabaca, bertanya-jawab untuk merevisi/menguji prediksi awal, melakukan sharing
hasil dalam diskusi kelas, serta menjawab pertanyaan tingkat literal,
inferensial, kritis, dan kreatif secara individu.
4.
Teks Bacaan
a. Pemahaman kalimat
Pada saat membaca siswa dihadapkan
pada kalimat majemuk yang kompleks sehingga sulit mereka memahmi. Guru
hendaknya mengatasi hal tersebut dengan menyusun kalimat yang dipotong dan
mencari kata kerja, serta menyuruh siswa mencari bagian-bagian penting dan menuliskannya.
b. Pola-pola organisasi pragraf
Susunan paragraf mengandung berbagai
pola pengorganisasian, yaitu membuat daftar dari sesuatu, menerapkan secara
kronologis, perbandingan, kontras, dan sebab akibat.
B. Keterampilan
Menulis
1.
Hakikat Menulis
Menulis
adalah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan
suatu bahasa yang di pahami oleh seseorang sehingga orang lain dapat membaca
langsung lambang- lambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa dan
gambaran grafik itu ( Lado,1964). Menulis merupakan kemampuan menggunakan
pola-pola bahasa secara tertulis untuk mengungkapkan suatu gagasan atau pesan,
Rusyana ( 1998:191). Menulis adalah proses menggambarkan suatu bahasa sehingga
pesan yang disampaikan penulis dapat di pahami pembaca (Tarigan,1986:21). Menulis
adalah suatu proses menyusun, mencatat, dan megkomunikasikan makna dalam
tataran ganda bersifat interaktif dan diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu
dengan menggunakan suatu sistem tanda konvesional yang dapat dilihat/dibaca
(Tatkala,1982).
Menulis merupakan kegiatan yang
dilakukan seseorang untuk menghasilkan tulisan. Menulis yang akan dibicarakan
dalam hal ini lebih luas pengertianya dari pada sekedar melakukan perbuatan
atau melakukan tulisan. Menghasilkan karya tulis, kemudian dapat digunakan
sebagai bahan pembelajaran atau diserahkan pada seseorang sebagai bukti karya
ilmiah, kemudian akan dinilai, sehingga menuntut betul seorang penulis untuk
memahami arti menulis. Seorang penulis yang memahami makna kata menulis akan
betul-betul peduli terhadap apa yang ditulis, kekuatan tulisan dalam
mempengaruhi orang lain, keaslian pikiran, dan kepiawayan penulis dalam memilih
kata-kata. Penulis yang paham akan konsekkuensi akan mempertimbangkan respon
jika tulisannya dibaca orang lain. Dilihat dari prosesnya, menulis dimulai dari
sesuatu yang tidak tampak sebab masih berbentuk pikiran, bersifat sangat
pribadi. Jika penulis adalah seorang siswa, guru hendaknya merasakan kesulitan
siswa. Guru yang memahami akan berpendapat bahwa menulis karangan itu tidak
harus sekali jadi. Adakalanya sebuah kalimat bisa dibuat tetapi kalimat
selanjutnya sulit dibuat. Jika ini terjadi, kita sebagai guru dapat menyarankan
agar siswa mengubah arah atau tujuan tulisan.
2.
Tujuan Pembelajaran Menulis dan Tujuan Menulis
a. Tujuan Pembelajaran Menulis
Tujuan
pengajaran setiap mata pelajaran dapat diklasifikasikan atas tiga aspek, yaitu
pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Setiap mata pelajaran atau bagiannya
tentu saja memiliki karakteristik yang berbeda. Titik berat tujuannya pun juga
berbeda-beda. Mata pelajaran bahasa Indonesia misalnya dapat menitikberatkan
pada keterampilan tanpa mengabaikan segi kognitif dan afektifnya.
Pemberlakuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
diharapkan: (1) siswa dapat mengembangkan potensinya sesuai dengan kemampuan,
kebutuhan, dan minatnya, serta dapat menumbukan penghargaan terhadap hasil karya
dan hasil intelektual bangsa sendiri, (2) guru dapat memusatkan perhatian pada
pengembangan kompetensi bahasa siswa dengan menyediakan keragaman kegiatan
berbahasa dan sumber belajar, (3) guru lebih mandiri dan leluasa dalam
menentukan bahan ajar sesuai dengan kondisi lingkungan sekolah dan kemampuan
siswanya, (4) orang tua dan masyarakat terlibat secara aktif dalam pelaksanaan
program di sekolah, (5) sekolah dapat menyusun program pendidikan sesuai dengan
keadaan siswa dan sumber belajar sesuai dengan kondisi dan kekhasan
daerah/sekolah.
Tujuan pembelajaran bahasa Indonesia (termasuk di
dalamnya pembelajaran menulis) di SD berdasarkan standar isi adalah agar
peserta didik memiliki kemampuan :
1)
Berkomunikasi
secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan
maupun tulis
2)
Menghargai dan
bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa negara
3)
Memahami bahasa
Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan
4)
Menggunakan
bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta
kematangan emosional dan sosial
5)
Menikmati dan
memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti,
serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa
6)
Menghargai dan
membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia
Indonesia.
Dalam standar
kompetensi lulusan Sekolah Dasar mata pelajaran Bahasa Indonesia pada aspek
menulis, diharapkan peserta didik memiliki kompetensi melakukan berbagai jenis
kegiatan menulis untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi dalam
bentuk karangan sederhana, petunjuk, surat, pengumuman, dialog, formulir, teks
pidato, laporan, ringkasan, parafrase, serta berbagai karya sastra untuk anak
berbentuk cerita, puisi, dan pantun.
b.
Tujuan Menulis
Seorang tergerak menulis karena memiliki tujuan-tujuan
yang bisa dipertanggung-jawabkan di hadapan pembacanya, karena tulisan pada
dasarnya adalah sarana untuk menyampaikan pendapat atau gagasan agar dapat
dipahami dan diterima orang lain. Tulisan dengan demikian menjadi salah satu
sarana komunikasi yang cukup efektif dan efisien untuk menjangkau khalayak
massa yang luas. Atas dasar pemikiran inilah maka tujuan menulis dapat dirunut
dari tujuan-tujuan komunikasi yang cukup mendasar dalam konteks pengembangan
peradaban dan kebudayaan masyarakat itu sendiri. Adapun tujuan penulisan
tersebut adalah sebagai berikut.
1)
Menginformasikan segala sesuatu, baik itu fakta, data
maupun peristiwa termasuk pendapat dan pandangan terhadap fakta, data, dan
peristiwa agar pembaca memperoleh pengetahuan dan pemahaman baru tentang
berbagai hal.
2)
Membujuk; melalui tulisan seorang penulis mengharapkan
pula pembaca dapat menentukan sikap, apakah menyetujui atau mendukung yang
dikemukakannya. Penulis harus mampu membujuk dan meyakinkan pembaca dengan
menggunakan gaya bahasa yang persuasif. Oleh karena itu, fungsi persuasi dari
sebuah tulisan akan dapat berhasil apabila penulis mampu menyajikan dengan gaya
bahasa yang menarik, akrab, bersahabat, dan mudah dipahami.
3)
Mendidik adalah salah satu tujuan dari komunikasi
melalui tulisan. Melalui membaca hasil tulisan, wawasan pengetahuan seseorang
akan terus bertambah, kecerdasan terus diasah, yang pada akhirnya akan
menentukan perilaku seseorang. Orang-orang yang berpendidikan misalnya,
cenderung lebih terbuka dan penuh toleransi, lebih menghargai pendapat orang
lain, dan tentu saja cenderung lebih rasional.
4)
Menghibur; bahwa fungsi dan tujuan menghibur dalam
komunikasi bukan monopoli media massa, radio, televisi, melainkan tulisan dapat
pula berperan dalam menghibur khalayak pembacanya. Tulisan-tulisan atau
bacaan-bacaan “ringan” yang kaya dengan anekdot dan pengalaman lucu bisa pula
menjadi bacaan penglipur lara atau untuk melepaskan ketegangan dan kepenatan
setelah seharian sibuk beraktivitas.
3. Rambu-rambu
Pembelajaran Menulis
Berikut ini merupakan rambu-rambu
yang perlu diperhatikan guru dalam melaksanakan pembelajaran menulis di sekolah
:
a.
Belajar bahasa pada hakikatnya adalah berkomunikasi.
Oleh karena itu, pembelajaran menulis diarahkan pada kemampuan berkomunikasi
secara tertulis.
b.
Pelaksanaan pembelajaran menulis sebaiknya disajikan
secara terpadu, terhadap aspek pembelajaran lain. Namun, dalam hal tertentu
dapat difokuskan pada komponen tertentu. Menulis dapat sebagai fokus maupun
sebagai tambahan.
c.
Pembelajaran menulis harus mengakomodasi semua aspek
bahasa mulai terkecil hingga terbesar termasuk ejaan (tata tulis).
d.
Pembelajaran menulis diarahkan pada upaya mempertajam
kepekaan perasaan siswa termasuk dalam konteks analitik yang mendalam sehingga
diharapkan dua hal yaitu berpikir dan bernalar.
e.
Pembelajaran menulis harus diajarkan dengan prinsip
mudah ke sukar, sederhana ke rumit, lingkungan sempit ke lingkungan yang luas.
f.
Perbandingan bobot pembelajaran menulis dengan aspek
pembelajaran lainnya harus seimbang.
g.
Kegiatan pembelajaran menulis harus menekankan pada
kemampuan berbahasa yang mengacu pada konteks atau tema.
h.
Kompetensi pembelajaran dalam kurikulum merupakan
bahan yang disarankan utnuk diajarkan, tetapi dapat dikembangkan sesuai
dengan situasi.
i.
Waktu yang disediakan dalam setiap pembelajaran
menulis harus dapat diatur sesuai dengan keluasan dan kedalaman materi dengan
menggunakan pendekatan komunikatif. Adapun metode dapat dipilih sesuai
karakteristik pembelajaran yang diinginkan. Kegiatan pembelajaran dapat
disetting di dalam maupun di luar kelas.
j.
Sumber belajar menulis dapat berupa (a) buku pelajaran
yang diwajibkan, buku pelajaran yang sesuai, buku pelengkap, ensiklopedi,
kamus, (b) media cetak, surat kabar, majalah, (c) media elektronik: radio, TV,
video, (d) lingkungan: alam, sosial, budaya, (e) narasumber, (f) pengalaman dan
minat anak, serta (g) hasil karya anak.
k.
Pembelajaran menulis dilakukan secara kontinyu agar
anak terampil.
l.
Penilaian pembelajaran menulis tetap mengacu pada
rambu-rambu umum yang memperhatikan berbagai aspek sesuai jenis kegiatan
menulis.
4.
Ruang Lingkup Pembelajaran Menulis di
Sekolah Dasar
Agar tujuan
menulis dapat tercapai dengan baik, maka diperlukan latihan yang memadai dan
secara terus-menerus. Selain itu, anak pun harus dibekali dengan pengetahuan
dan pengalaman yang akan ditulisnya, karena pada hakikatnya menulis adalah
menuangkan sesuatu yang telah ada dalam pikirannya. Namun demikian, hal yang
tidak dapat diabaikan dalam pengajaran mengarang di Sekolah Dasar adalah siswa
harus mempunyai modal pengetahuan yang cukup tentang ejaan, kosakata, dan
pengetahuan tentang mengarang itu sendiri.
Untuk
mencapai tujuan pembelajaran menulis seperti yang diungkapkan di muka,
pembelajaran menulis di Sekolah Dasar harus dimulai dari tahap yang paling
sederhana lalu pada hal yang sederhana, ke yang biasa, hingga pada yang paling
sukar. Tentu saja hal ini perlu melalui tahapan sesuai dengan tingkat pemikiran
siswa. Oleh karena itu, di Sekolah Dasar pembelajaran menulis dibagi atas dua
tahap, yaitu menulis permulaan dan menulis lanjut. Menulis permulaan ditujukan
kepada siswa kelas rendah yakni kelas satu hingga kelas tiga, sedangkan kelas
empat hingga kelas enam diberi pembelajaran menulis lanjutan. Ada
lima tingkatan menulis yaitu:
a. Timbulnya
pemahaman baca tulis (emergent literacy), anak mulai menyadari adanya kegiatan
baca tulis, anak mulai menyenangi jika ada orang melakukan baca tulis. Semula
anak hanya memandangi tapi lama kelamaan ia akan mencoba menirukan. Anak mulai
memegang pensil, kemudian mencoret – coret pada kertas atau media lain. Tulisan
yang dihasilkan pada tahap ini memang belum bermakna, tetapi pada diri anak
sudah timbul rasa menyenangi kegiatan tersebut. Supaya tahap ini dapat timbul
pada diri anak maka diharapkan sebelum memulai melatih menulis anak dikenalkan
pada berbagai bahan bacaan ataupun tulisan yang dapat memberikan gambaran awal
pada proses penulisan.
b. Menulis
permulaan (beginning writing). Kegiatan ini biasa disebut dengan hand writing,
yaitu cara merealisasikan symbol - simbol bunyi dan cara menulisnya dengan
baik. Tingkatan ini terkait dengan strategi atau cara mewujudkan simbol -
simbol bunyi bahasa menjadi huruf - huruf yang dapat dikenali secara konkret.
c. Pembinaan
kelancaran menulis (building fluency). Pada tahap ini symbol -simbol bunyi
bahasa misalnya huruf-huruf yang telah dikenali secara konkret mulai
dihubung-hubungkan lebih lanjut menjadi kesatuan yang lebih besar dan memiliki
makna.
d. Menulis
untuk kesenangan dan belajar (writing for pleasure / reading to learn), sudah
timbul kesenangan pada diri anak akan perlunya menulis, pada tahap ini anak
melakukan kegiatan menulis dengan tujuan–tujuan tertentu yang disengaja
misalnya mencatat pelajaran, mencatat kegiatan dibuku harian, menulis surat
untuk teman dan sebagainya. Pada tingkatan ini anak sudah dapat menikmati
kegiatan menulisnya.
e. Menulis
matang ( mature writing) pada tahap ini anak sudah mampu menuangkan dan
mengekspresikan pikiran dan perasaannya melalui tulisan dengan baik ia telah
mampu memilih kata dengan tepat, menyusun kalimat dengan runtut, dan
mengembangkan paragraf dengan baik, tahap inilah yang memberikan kebebasan
berekspresi pada anak untuk menghasilkan tulisan– tulisan kreatif yang sangat
mencengangkan hasilnya.
Dari
kelima tingkatan menulis tersebut secara sederhana biasanya dikelompokan
menjadi 2 tingkatan yaitu menulis permulaan dan menulis lanjut.Untuk lebih
jelasnya berikut ini diuraikan kedua kelompok tersebut secara ringkas
berdasarkan beberapa referensi.
1) Menulis Permulaan
Dalam pembelajaran menulis permulaan tentu harus dimulai pada hal
sangat sederhana. Menulis tentu hanya dengan bebrapa kalimat sederhana
bukan suatu karangan yang utuh. Mengajarkan menulis permulaan tentu saja selalu
dilakukan dengan pembelajaran terpimpin. Beberapa contoh pembelajaran menulis
permulaan seperti berikut (a) mengarang mengikuti pola dengan cara siswa hanya
diminta membuat karangan seperti contoh (pola) yang diberikan yang tentunya
idenya harus lebih dekat dengan siswa. Tujuan menulis
permulaan adalah agar siswa dapat menulis kata-kata dan kalimat sederhana
dengan tepat serta agar siswa dapat menuangkan ide/pikiran secara runtut
dan logis. Pada menulis permulaan siswa diharapkan untuk dapat
memproduksi tulisan dapat dimulai dengan tulisan eja. Contoh tulisan e,d,f,k,j,
dan dapat berupa suku kata seperti su-ka, ma-ta, ha-rus, lu-ka serta dalam
bentuk kalimat sederhana. Seperti halnya membaca permulaan, menulis permulaan
juga dapat menggunakan metode-metode seperti metode abjad, metode suku kata,
metode global dan metode SAS. Menulis permulaan (dengan huruf kecil) di kelas 1
SD tujuannya siswa memahami cara menulis permulaan dengan ejaan yang benar dan
mengkomunikasikan ide/pesan secara tertulis, materi pelajaran menulis permulaan
dikelas 1SD disajikan secara bertahap dengan menggunakan pendekatan huruf, suku
kata, kata-kata atau kalimat. Menulis permulaan (dengan huruf besar pada awal
kalimat) di kelas II tujuannya siswa memahami cara menulis permulaan dengan
ejaan yang benar dan mengkomunikasikan ide /pesan secara tertulis, untuk
memperkenalkan cara menulis huruf besar di kelas II SD mempergunakan pendekatan
spiral maksudnya huruf demi huruf diperkenalkan secara berangsur-angsur sampai
pada akhirnya semua huruf dikuasai oleh para siswa.
Contoh:
Jeruk.
Jeruk
berbentuk bulat.
Isinya
kuning.
Rasanya
manis dan asam.
Jeruk banyak
dijual di pasar.
Contoh di atas dapat ditiru polanya oleh anak dengan
memberi topik lain misalnya, kelerecng, kucing, pohon, dan sebagainya. Karangan
di atas bisa diajarkan pada kelas satu dan dua, setelah siswa lancar dalam
menulis kalimat sederhana. (b) Mengarang dengan melengkapi kalimat, yakni siswa
diminta untuk melengkapi kalimat dalam karangan dengan kata yang telah
tersedia. (c) Bimbingan dengan memasangkan kelompok kata, yakni siswa diminta
untuk memasangkan kelompok kata dengan kalimat yang erpenggal atau kurang
lengkap. Hal ini bertujuan agar siswa dapat membuat kalimat luas. (d) Bimbingan
dengan mengurutkan kalimat, yaitu siswa dibimbing untuk mengurutkan kalimat
sesuai dengan gambar seri. (e) Bimbingan dengan pertanyaan, hal ini diharapkan
agar siswa dapat membuat karangan setelah dimulai dengan pertanyaan-pertanyaan
dalam pikirannya. Karena sebuah karangan jika ditarik kesimpulan sebenarnya merupakan
rangkaian jawaban atas berbagai pertanyaan. Dalam hal ini guru hanya menyiapkan
beberapa pertanyaan, misalnya: Kucingku; apa nama kucingmu, apa warnanya,
apakah kamu menyukainya, apa makanannya, kapan memberi makan, lucukah, mengapa
lucu, bagaimana suaranya, mengapa kucing dipelihara orang, dan sebagainya. Demikian
beberapa contoh mengarang atau menulis permulaan, yang pada dasarnya merupakan
upaya membentuk kebiasaan siswa mengarang secara sederhana sesuai dengan
tingkat perkembangan kemampuannya.
2)
Menulis Lanjutan
Syarat untuk dapat menulis lanjutan adalah siswa harus terampil dan
menguasai menulis permulaan. Oleh karena itu, pada prinsipnya menulis lanjutan
adalah pengembangan menulis permulaan. Adapun tujuannya adalah agar siswa dapat
membuat karangan secara ajek dan lengkap serta siswa mampu
menuangkan pikiran dan perasaannya dengan bahasa tulis secara teratur dan
teliti. Yang membedakan menulis permulaan dengan menulis lanjut adalah adanya
kemampuan untuk mengembangkan skema yang ada yang telah diperoleh sebelumnya
untuk lebih mengembangkan hal-hal yang akan ditulis. Beberapa
metode dalam menulis lanjutan antara lain : (a) Membuat paragraf dengan gambar,
yakni siswa diminta untuk membuat paragraf berdasarkan gambar yang telah
disediakan. Hal ini dapat diberi kata-kata kunci, sehingga tidak terlalu
menyimpang dengan cerita. (b) Mengembangkan paragraf, yakni siswa dilatih untuk
mengembangkan sebuah kalimat utama menjadi sebuah paragraf. (c) Menyusun
paragraf dari kalimat yang tersedia. (d) Menghubungkan paragraf dengan paragraf
lainnya. (e) Membuat karangan dengan gambar seri. (f) Mengarang
berdasarkan kerangka, dan mengarang secara bebas.
Semua metode di atas bukanlah harga mati melainkan
sangat fleksibel. Hal ini disebabkan karena pembelajaran menulis di SD
cakupannya cukup luas. Adapun ruang lingkup pembelajaran menulis/mengarang di
SD antara lain adalah : mengarang prosa narasi, menulis prosa deskripsi,
menulis surat izin, menulis surat undangan, mengisi formulir, menyusun
paragraf, mengembangkan judul dan topik, menulis nonfiksi, menyingkat cerita,
menyusun naskah pengumuman, menyusun iklan dan poster, menulis laporan
kegiatan, menyusun naskah pidato, dan lain-lain.
5.
Teori Menulis
Teori
menulis yang berkembang saat ini adalah menulis model proses. Dengan model ini
menulis dilakukan dengan tahapan – tahapan:
a. Pra
menulis (prewriting) : siswa memilih topik,siswa mengumpulkan dan menyesuaikan
ide-ide, siswa mengidentifikasi pembacanya, siswa mengidentifikasi tujuan
menulis siswa memilih bentuk yang sesuai berdasarkan pembaca dan tujuan
menulis, dengan aktifitas pengarang persiapan menulis cerita, menggambar, membaca,
memikirkan tulisan, menyusun gagasan dan mengembangkan rencana.
b. Pengedrafan
( drafting ): siswa menulis draf kasar, siswa siswa menulis pokok-pokok yang
menarik pembaca, siswa lebih menekankan isi dari pada mekanik, dengan aktifitas
pengarang merangkaikan gagasan dalam sebuah tulisan tanpa memperhatikan
kerapian atau mekanik.
c. Merevisi
(revising ): siswa membagi tulisanya kepada kelompok, siswa mendiskusikan
tulisanya kepada temannya, siswa membuat perbaikan sesuai komentar teman dan
gurunya, siswa membuat perubahan subtantif dan bukan sekedar perubahan minor
antara draf pertama dan kedua. Setelah mendapat saran–saran dari orang lain
pengarang dapat membuat beberapa perubahan dan perubahan itu dapat melibatkan
orang lain
d. Mengedit
(editing ): siswa mebaca ulang tulisanya, siswa membantu baca ulang tulisan
temannnya, siswa mengidentifikasi kesalahan mekanisme dan membetulkannya.
e. Mempublikasikan
(publishing): siswa mempublikasikan tulisnanya dalam bentuk yang sesuai, siswa
membagi tulisanya yang sudah selesai kepada teman sekelasnya.
6.
Pembelajaran Keterampilan Menulis di Sekolah Dasar
a. Langkah-langkah
Menulis
Pada
dasarnya keterampilan menulis dapat diperoleh dan dikuasai dengan jalan banyak
berlatih karena keterampilan menulis mencakup penggunaan sejumlah unsur yang
kompleks secara serempak. Untuk mengetahui sampai di mana hasil menulis yang
dicapai, perlu dilakukan tes menulis kepada siswa. Menulis merupakan salah satu
keterampilan berbahasa yang digunakan untuk berkomunikasi tidak langsung, tidak
secara tatap muka dengan orang lain, dan merupakan suatu kegiatan yang
produktif dan ekspresif. Untuk dapat menulis secara efektif, penulis perlu melakukan
langkah-langkah sebagai berikut.
1)
seorang penulis harus mempunyai aturan dalam menulis
serta jelas objek tulisannya,
2)
sebelum menulis harus terlebih dahulu menyusun
kerangka karangan,
3)
merumuskan tujuan penulisan,
4)
tulisan selalu berfokus pada topik,
5)
untuk memperjelas ide-ide yang abstrak gunakan contoh,
6)
gunakan kata atau kalimat yang tepat dan jelas,
7)
hindari bias gender, serta penggunaan orang pertama
yang berlebihan.
Langkah penulisan di atas perlu diperhatikan oleh
seorang penulis agar hasil tulisannya lebih efektif karena dalam karangan ada
lima unsur yang dimiliki karangan tersebut, yaitu:
1)
isi karangan : hal atau gagasan yang dikemukakan;
2)
bentuk karangan: susunan atau cara menyajikan isi ke
dalam pola kalimat;
3)
tata bahasa: penggunaan tata bahasa dan pola kalimat
yang tepat;
4)
gaya: pilihan struktur dan kosakata untuk memberika
nada atau warna terhadap karangan;
5)
penggunaan ejaan dan tanda baca.
b. Pembelajaran Menulis di Sekolah Dasar
Pada bagian
ini akan dibahas beberapa hal yang perlu diperhatikan guru dalam melakukan
pembelajaran menulis di Sekolah Dasar.
1)
Berbagai Kegiatan Menulis
Keterampilan
menulis dapat diklasifikasikan berdasarkan dua sudut pandang yang berbeda.
Sudut pandang tersebut adalah kegiatan atau aktivitas dalam melaksanakan
keterampilan menulis dan hasil produk menulis itu. Klasifikasi keterampilan
menulis berdasarkan sudut pandang kedua menghasilkan pembagian produk menulis
atas empat kategori, yaitu: karangan narasi, eksposisi, deskripsi, dan argumentasi.
Berdasarkan dua acuan tersebut di atas dapat disusun jenis-jenis kegiatan dalam
pembelajaran keterampilan menulis tersebut dengan susunan dari yang mudah
menuju kepada yang sukar adalah sebagai berikut. (a) Menyusun karangan bersama;
(b) Menyusun kembali karangan yang diacak; (c) Menyelesaikan cerita tertulis;
(d) Meringkas (sinopsis) bacaan: (e) Reka cerita gambar; (f) Memerikan atau
mendeskripsikan sesuatu; (g) Mengembangkan judul; (h) Menulis surat; (i) Menyusun
dialog; (j) Menyusun laporan; (k) Menyusun iklan, slogan, poster, dan spanduk;
(l) Meresensi buku; (m) Menyusun karangan ilmiah.
Uraian jenis-jenis kegiatan menulis di atas menunjukkan kepada guru bahasa
Indonesia ada banyak pilihan dalam merencanakan pembelajaran keterampilan
menulis, di bawah ini dijelaskan secara singkat Jenis-jenis tulisan berdasarkan
isi tulisan dijelaskan sebagai berikut :
a)
Menulis
Deskripsi
Deskripsi adalah pemaparan atau penggambaran dengan
kata-kata atas suatu benda, tempat, suasana atau keadaan. Seorang penulis
deskripsi melalui tulisannya mengharapkan pembaca dapat melihat, mendengar,
mencium bau, mencicipi dan merasakan hal yang sama dengan penulis. Deskripsi
pada dasarnya merupakan hasil dari pengamatan melalui panca indera yang
disampaikan dengan kata-kata.
Contoh:
Jauh di sana di tepi sungai,tampak seorang perempuan yang masih muda
berjalan hilir mudik, kadang-kadang menengok ke laut, rupanya mencari atau
menantikan apa-apa yang boleh timbul dari dalam laut yang amat tenang laksana
aiar di dalam dulang pada ketika itu, atau darti pihak manapun. Pada air
mukanya yang telah pucat dan dan tubuhnya yang sudah kurus itu, dapatlah
diketahui, bahwa perempuan itu memikul suatu percintaan yang amat berat.
Meskipun mukanya telah kurus, tetapi cahaya kecantikan perempuan itu tiada juga
hilang. (dikutip dari “Bintang Minahasa” karya Hersevien M.Taulu ,2001:65)
b) Menulis Narasi
Narasi pada
dasarnya adalah karangan atau tulisan yang berbentuk cerita.
Seperti kalau orang bercerita tentang “mengisi liburan sekolah”, “mendaftarkan
diri ke sekolah”, “pengalaman berkemah di hutan”, “kecelakaan lalu lintas di
jalan raya”, atau “pertandingan olahraga”. Cerita itu tentunya didasarkan pada
urut-urutan suatu kejadian atau peristiwa. Di dalam peristiwa itu ada tokoh,
mungkin tokoh itu adalah penulis sendiri, teman penulis, atau orang lain, dan
tokoh itu mengalami masalah atau konflik. Bisa saja dalam cerita itu
menghadirkan satu konflik atau serangkaian konflik yang dihadapi oleh tokoh
dalam ceritamu itu. Jadi, dalam sebuah narasi terdapat tiga unsur pokok,
yaitu : peristiwa, tokoh, dan konflik. Ketiga unsur itu
diramu menjadi satu dalam sebuah jalinan yang disebut alur atau plot. Dengan
demikian, narasi adalah cerita berdasarkan alur. Sering juga
narasi diartikan sebagai cerita yang didasarkan pada kronologi waktu. Contoh:
Pertandingan
antara Angelique Widjaja melawan Tamarine Tanasugarn berlangsung sangat
mendebarkan. Pada set pertama, Tamarine unggul atas Angie dengan skor 6-2.
Namun, Angie membalas kekalahannya di set pertama dengan merebut set kedua.
Angie memenangi set kedua itu dengan skor tipis 7-5. Memasuki set ketiga,
Tamarine tampaknya mulai kehabisan tenaga. Sebaliknya Angie semakin percaya
diri apalagi ia mendapat dukungan luarbiasa dari para penonton. Dengan mudah
Angie memimpin perolehan angka. Ia sempat unggul dengan skor 5-0, sebelum
akhirnya Angie menutup set penentuan itu dengan skor 6-2. Kemenangannya itu
mengantarkan Angie ke semifinal turnamen tenis WTA Tour di Bali.
c) Menulis Eksposisi
Eksposisi/paparan
merupakan tulisan hasil peninjauan terhadap suatu hal. Penyampaian gagasan
dilakukan secara analitis kronologis waktu maupun ruang. Tulisan berjenis
eksposisi biasanya merupakan bagian dari karangan ilmiah. Penulisan eksposisi
dilakukan dengan cara menyusun kerangka karangan yang memuat kata-kata kunci
yang didukung oleh penjelasan-penjelasan, contoh-contoh, ilustrasi, maupun
bukti. Contoh:
Kloning manusia
menjadi isu pembicaraan semakin menarik para ulama akhir-akhir ini. Percobaan
kloning pada binatang memang telah berhasil dilakukan, seperti kelahiran anak
domba (Dolly) yang diujicoba dalam tahun 1996, tikus (1997), sapi (1998), babi
(1999), kera (2000), kucing (2001). Awal April lalu dr. Severino Antinori,
ginekolog dari Italia, mengumumkan keberhasilannya menumbuhkan janin dalam
kloning manusia.
Kloning adalah
upaya untuk menduplikasi genetik yang sama dari suatu organisme dengan
menggantikan inti sel dari sel telur dengan inti sel organisme lain. Kloning
pada manusia dilakukan dengan mempersiapkan sel telur yang sudah diambil
intinya lalu disatukan dengan sel dewasa dari suatu organ tubuh. Hasilnya
ditanam ke rahim seperti halnya embrio bayi tabung.
d) Menulis Argumentasi
Argumentasi dibentuk dari kata argumen yang berarti alasan. Paragraf
argumentasi adalah paragraf yang bertujuan untuk menyatakan kebenaran
dengan didukung argumen atau alasan yang sesuai. Termasuk dalam bentuk ini
adalah tulisan yang bertujuan mengajak, membujuk, dan mempengaruhi orang lain.
Argumentasi sering pula dibedakan dengan persuasi yang lebih bertujuan membujuk
atau mempengaruhi orang lain, sementara argumentasi diartikan sebagai tulisan
yang isinya bersifat menyakinkan suatu hal kepada orang lain terhadap suatu
hal.
Paragraf argumentasi dapat disusun dengan pola sebab-akibat.
Artinya, paragraf tersebut diawali dengan kalimat utama yang merupakan sebab
dan diikuti oleh beberapa akibat sebagai kalimat penjelasnya. Sebaliknya,
paragraf argumentasi juga dapat disusun dengan pola akibat-sebab yang
berarti paragraf tersebut diawali dengan akibat yang merupakan kalimat utama
dan diikuti oleh beberapa sebab sebagai kalimat penjelasnya. Contoh:
Hakim menjatuhkan vonis hukuman kepada terdakwa itu. Dari catatan
kepolisian yang ada ternyata ia telah berkali-kali melakukan
kejahatan-kejahatan kecil sampai kejahatan besar hampir semua pernah ia
lakukan. Ternyata, lingkungan pergaulan yang ia lalui merupakan faktor utama
yang menyebabkannya harus mengalami penderitaan yang panjang.
7. Metode
Pembelajaran menulis di Sekolah Dasar
Metode pembelajaran menulis hendaknya memperhatikan
bahwa bahasa itu merupakan satu keutuhan sesuai dengan fungsinya. Oleh karena
itu, pembelajaran menulis dapat dilakukan secara terpadu dengan kegiatan
membaca, mendengarkan, dan berbicara. Misalnya, pada metode inkuiri, waktu
diskusi berlangsung ada siswa yang bertugas mencatat semua keputusan diskusi.
Pada diri pencatat terdapat keterpaduan antara kegiatan menyimak dan menulis.
Kegiatan itu sebenarnya tidak hanya berlaku pada pencatat, tetapi juga berlaku
pada semua peserta diskusi. Hasil catatan itu dirangkum menjadi laporan
diskusi. Dengan demikian kegiatan diskusi yang disertai laporan tertulis akan
melatih siswa terampil mendengarkan dan menulis. Melalui kegiatan itu siswa
sekaligus mengenal perbedaan ragam bahasa lisan dan ragam bahasa tulis karena
dalam penyusunan laporan tertulis bahasa yang digunakan berbeda dari apa yang
didengar dalam diskusi yang menggunakan ragam bahasa lisan.
8. Media
Pembelajaran Menulis di Sekolah
Dasar
Media pembelajaran memegang peranan penting dalam
usaha meningkatkan hasil belajar. Tampaknya masih sedikit guru yang
mempergunakan media dalam mengajarkan menulis. Sebaiknya guru mempersiapkan
berbagai macam media yang dapat dipergunakan untuk menggairahkan pembelajaran
menulis. Berbagai bentuk pemakaian bahasa dapat dijadikan media pembelajaran
menulis. Misalnya, ketika akan belajar menulis surat pribadi, guru dapat
membawakan beberapa contoh surat pribadi atau siswa disuruh membawanya. Guru
dapat mendiskusikan dengan siswa dari segi isi, bentuk dan bahasanya. Guru
dapat juga menugaskan siswa membawa gambar-gambar yang disukai siswa kemudian
guru menugaskan siswa untuk menceritakan isi gambar tersebut dan menulisnya di
buku tentang gambar itu. Guru dapat pula menugaskan siswa saling menilai hasil
tulisannya, dengan memberikan penjelasan segi mana yang akan dikoreksi siswa.
Hal ini akan memberikan pengalaman siswa bagaimana cara menilai sehingga siswa
akan juga dapat menilai hasil pekerjaannya sendiri.
9.
Permasalahan
dalam pengajaran menulis di Sekolah Dasar dan penanggulangannya.
Yang dimaksud dengan permasalahan di
sini ialah segala sesuatu yang dapat menyebabkan kesulitan dalam mencapai tujuan
pengajaran menulis yaitu:
a. Siswa
Permasalahan yang timbul dari siswa
antara lain rendahnya bakat dan minat untuk menguasai keterampilan
menulis.Akibat dari rendahnya minat siswa dalam mempelajari keterampilan mereka
menulis huruf dengan tulisan yang asal dapat dibaca sendiri, mereka malas
menulis.Menulis dirasakan sebagai suatu beban yang berat. Untuk mengatasi
permasalahan seperti ini gurulah yang harus mampu memberikan motivasi agar
siswa menyadari bahwa menulis merupakan suatu keterampilan yang mutlak
diperlukan untuk mencapai kesuksesan dalam kehidupan .Semakin tinggi kedudukan
seseorang semakin tinggi pula kemampuan menulis diperlukan.
b. Guru
Guru bahasa Indonesia tidak seluruhnya
memilki kualifikasi sebagai tenaga pengajar mata pelajaran tersebut secara
profesional. Lebih-lebih di tingkat Sekolah Dasar yang pada umumnya lulusan
Sekolah Pendidikan Guru (SPG). Pada umumya di Sekolah Dasar masih menganut
sistem borongan artinya seorang guru harus mengajarkan berbagai mata pelajaran
pada suatu tingkatan tertentu. dalam satu hari ia harus mampu mengajar lebih
dari satu mata pelajaran ,misalnya jam ke 1-2 matematika ,jam ke3-4 IPS, jam ke
5-6 bahasa Indonesia,jam ke-7 kesenian. Dalam situasi yang demikian tidaklah
mungkin seorang guru harus berkonsentrasi hanya pada pengajaran menulis.
Untuk mengatasi permasalahan yang
demikian, peningkatan kualifikasi guru bahasa Indonesia mutlak diperlukan.salah
satu caranya adalah mengikuti penataran – penataran ,kursus-kursus tertulis,
mengikuti perlombaan menulis, atau para pembina guru SD secara priodik memberikan
motivasi kepada guru-guru tersebut meningkatkan kemampuan dan keterampilan
dalam bidang menulis.
10.
Pendekatan pembelajaran menulis di
SD
Pendekatan yang disarankan dalam pembelajaran
menulis meliputi :
a. Pendekatan
komunikatif, pendekatan komunikatif memfokuskan pada keterampilan siswa
mengimplementasikan fungsi bahasa (untuk berkomunikasi) dalam pembelajaran,
pendekatan komunikatif tampak pada pembelajaran, misalnya: mendeskripsikan
suatu benda, menulis surat, dan membuat iklan.
b. Pendekatan
integrative, Pendekatan integratif menekankan keterpaduan empat aspek
keterampilan berbahasa (menyimak, berbicara, membaca, dan menulis) dalam
pembelajaran.Pendekatan integratif tampak pada butir pembelajaran, misalnya: menceritakan
pengalaman yang menarik, menuliskan suatu peristiwa
sederhana, membaca bacaan kemudian membuat ikhtisar, dan meringkas cerita yang didengar.
sederhana, membaca bacaan kemudian membuat ikhtisar, dan meringkas cerita yang didengar.
c. Pendekatan
keterampilan proses, pendekatan keterampilan proses memfokuskan keterampilan
siswa dalam mengamati, mengklasifikasi, menginterpretasi, dan
mengkomunikasikan. Pendekatan keterampilan proses, tampak pada butir
pembelajaran, misalnya: melaporkan hasil kunjungan, menyusun laporan
pengamatan, membuat iklan, dan menyusun kalimat acak menjadi paragraf yang padu.
d. Pendekatan
tematis, pendekatan tematis menekankan tema pembelajaran sebagai payung/pemandu
dalam pembelajaran.pendekatan tematis, tampak pada butir pembelajaran,
misatnya: menulis pengalaman dalam bentuk puisi, dan menyusun naskah sambutan. Pendekatan-pendekatan
tersebut pada hakikatnya mempunyai karakteristik yang sama dengan pendekatan
konstruktivisme, yaitu memandang siswa di dalam pembelajaran sebagai subjek
pembelajaran bukan sebagat objek pembelajaran. Dalam hal ini, peran guru sebagai
motivator dan fasilitator di dalam membangkitkan potensi siswa dalam
membangun/mengkonstruk gagasan/ide masmg-masing di dalam pembelajaran.
Teknik dan Model Pembelajaran Menulis
Cerita berdasarkan butir-butir pembelajaran menulis di kelas tinggi (kelas 3-6)
SD terdapat ragam teknik pembelajaran menulis. Teknik pembelajaran menulis
dikelompokkan menjadi dua, yakni menulis cerita dan menulis untuk keperluan
sehari-hari :
a. Menulis
cerita
Teknik ini terdiri atas 6 macam, yaitu:
I) menyusun kaiimat. Teknik menyusun cerita dapat dilakukan dengan: (a)
menjawab pertanyaan, (b) melengkapi kalimat, (c) memperbaiki susunan kalimat,
(d) memperluas kalimat, (e) subtitusi, (f) transfomtasi, dan (g) membuat
kalimat; (2)Teknik memperkenalkan cerita: (a) baca dan tulis, (b) simak dan
tulis; (3) meniru model; (4) menyusun paragaf; (5) menceritakan kembali; dan
(6) membuat.
b. Menulis
untuk keperluan sehari-hari.
Menulis untuk keperluan sehari-hari meliputi
ragam menulis: (1) menulis surat, (2) menulis pengumuman, (3) mengisi formulir,
(4) menulis surat undangan, (5) membuat iklan, dan (6) menyusun daftar riwayat
hidup. Model pembelajaran menulis cerita/cerpen di SD meliputi: (a)
Menceritakan gambar, Model ini dapat dilakukan mulai kelas 4 SD. Guru
memperlihatkan beberapa gambar, selanjutnya, siswa diminta mengamati gambar
tersebut dengan teliti. Kemudian, mereka diminta untuk menuliskannya ke dalam
centa lengkap ;(b) Melanjutkan cerita lain, Model ini diawali dengan kegiatan
guru membacakan atau memperdengarkan cerita yang dipilih guru, kemudian para
siswa diminta melanjutkan cerita guru tersebut ;(c) Menceritakan mimpi, Model
ini dilakukan dengan menugasi siswa untuk menceritakan mimpinya dengan menambah
atau mengurangi isi dan mimpi mereka ;(d) Menceritakan pengalaman, Model ini
dilakukan dengan menugasi siswa untuk menceritakan pengalaman, baik pengalaman
saat liburan, bermain,darmawisata, dan sebagainya ;(e) Menceritakan cita-cita.
Model ini dilakukan dengan cara menugasi siswa untuk menceritakan cita-citanya
setelah dewasa nanti.